Lihatlah apa yang disampaikan Jangan melihat siapa yang menyampaikan
Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diwahyukan kepada semua manusia melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hampir setiap surat mengandung nilai sejarah dan keagungan tersendiri. Bahkan, pada sebagian ayat darinya memiliki keagungan yang sangat tinggi. Seperti ayat 255 yang terdapat dalam qur’an surat Al-Baqarah. Ayat ini sangat melekat dalam hati umat islam. Di antara penyebabnya adalah keyakinan kaum muslimin bahwa dengan membaca ayat tersebut seorang dapat terlindungi dari kejahatan syaitan.
Allah Ta’ala
berfirman:
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ
سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا
الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ
الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya,
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang
dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa
berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” {Q.S Al- Baqarah (2): 255}
Tafsir
Ayat Kursi
Al-Hafidz
Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala menyatakan bahwa ayat ini mencakup 10
(sepuluh) kalimat yang berdiri sendiri, yaitu:
1)
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.
Yang
demikian ini memberitahukan, bahwasannya Allah-lah yang tunggal dalam Uluhiyah-Nya
bagi seluruh makhluk-Nya.
2)
Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).
Artinya,
yang hidup kekal dan tidak akan pernah mati selamanya, yang mengendalikan semua
yang ada. Dengan demikian semua yaang ada di dunia ini sangat membuthkan–Nya,
sedang Dia sama sekali tidak membutuhkan mereka, tidak akan tegak semuanya itu
tanpa adanya perintah-Nya seperti firman-Nya berikut ini: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan
bumi dengan iradat-Nya. Q.S Ar-Ruum (30): 25.
3)
Tidak mengantuk dan tidak tidur.
Artinya,
Dia suci dari cacat (kekurangan) kelengahan dan kelalaian dalam mengurusi
makhluk-Nya. Bahkan sebaliknya , Dia senantiasa mengurus dan memperhatikan apa
yang dikerjakan setiap individu. Dan Dia senantiasa menyaksikan segala sesuatu
pun yang tersembunyi dari-Nya. Dan di antara kesempurnaan sifaat-Nya adalah Dia
tidak pernah dikalahkan (dikuasai) kantuk dan tidur.
4)
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi
Hal itu
merupakan pemberitahuan bahwa semua makhluk ini adalah hamba-Nya, dan berada
dalam kerajaan-Nya, pemaksaan-Nya dan kekuasaan-Nya.
5)
Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Ini
merupakan keagungan, keperkasaan, dan kebesaran Allah Ta’ala, yang mana
tidak seorang pun dapat memberikan syafaat kepada orang lain, kecuali dengan
seizin-Nya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah hadits tentang syafaat:
Aku datang ke bawah ‘Arsy, lalu aku tunduk bersujud. Maka Dia
membiarkanku selama waktu yang Dia kehendaki. Kemudia dikatakan: ‘Angkatlah
kepalamu, katakanlah ‘perkataanmu didengar, dan berilah syafaat, dan engkau
akan mendapat syafaat.’ Nabi bersabda: “Kemudian Allah memberikan suatu batasan
kepadaku, lalu aku memasukakan ke dalam surga. (H.R
Bukhari).
6)
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang
mereka.
Yang
demikian itu sebagai bukti yang menunjukan bahwa ilmu-Nya meliputi segala yang
ada, baik yang lalu, kini, dan yang akan datang.
7)
Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa
yang dikehendaki-Nya.
Tidak
ada seorang pun yang dapat mengetahui sedikit pun dari ilmu Allah kecuali yang
telah diajarkan dan diberitahukan oleh Allah Azza wa Jalla kepadanya.
Mungkin juga makna penggalan ayat tersebut adalah, manusia tidak akan dapat
mengetahui ilmu Allah sedikit pun, Dzat dan sifat-Nya, melainkan apa yang telah
Allah perlihatkan kepadanya. Hal itu seperti firman-Nya: Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di
belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. Q.S Thaaha (20): 110
8)
Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Ibnu Abi
Hatim menceritakan, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengenai
firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi, “Ia mengatakan, Yaitu:
‘Ilmu-Nya.’ Pendapat yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abdullah
bin Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutharrif bin Tharif. Ibnu Abi Hatim,
menceritakan bahwa hal yang sama juga diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair.
9)
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.
Maksudnya, Dia tidak merasa
keberatan dan kewalahan untuk memelihara langit, bumi dan semua yang ada
diantara keduanya. Bahkan bagi-Nya semuanya merupakan satu hal yang sangat
mudah dan ringan. Dia mengawasi setiap individu atas apa yang ia kerjakan. Yang
senantiasa memantau segala sesuatu, sehingga tidak ada suatu pun yang luput dan
tersembunyi dari-Nya. Dia yang menundukan dan menghisab (memperhitungkan)
segala sesuatu. Dailah Ilah yang mengawasi, Mahatinggi, Mahaagung, tidak ada
Ilah selain Dia.
10) Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Adalah
sama seperti firman-Nya: “Yang Maha besar lagi Maha tinggi.” {Q.S
Ar-Ra’ad (13): 9}.
Jalan terbaik dalam memahami
ayat-ayat di atas berikut maknanya yang terkandung di dalam beberapa hadits
shahih adalah denga metode yang digunakan ulama salafush shalih, mereka
memahami makna ayat-ayat tersebut (sebagaimana arti bahasa yang digunakan dalam
ayat-ayat atau hadits-hadits itu,) tanpa takyif (menanyakan kaifiyatnya
/hakikatnya) dan tanpa tasybih (menyerupakan dengan makhluk).
Kadungan
AyatKursi
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-Utsaimin mengatakan, “Ayat kursi ini mengandung lima nama Allah, yaitu Allah,[1]
Al-Hayyu (Yang Mahahidup), Al-Qoyyimuumu (Yang terus mengurus
makhluk-Nya), Al-‘Aliiyu (Yang Mahatinggi) dan Al’Adziimu (Yang
Mahaagung). Dan ayat kursi ini juga mengandung dua puluh enaf sifat, lima di
antaranya dikandung oleh lima nama di atas.
Sifat Al-Hayyu = Yang
Mahahidup menunjukan kepada Dzat yang memiliki sifat hidup yang sempurna, yang
mencakup sifat-sifat Dzat, seperti Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu,
Mahakuasa dan yang semisalnya.
Al-Qoyyum = Yang Maha Berdiri
sendiri, Dia-lah yang tegak dengan kesendirian-Nyaa dan yang Menegakan yang
lain. Sifat ini mencakup seluruh perbuatan yang dikerjakan oleh Rabbul
‘aalamin, seprti istiwa’ (bersemayam), nuzul (turun ke langit
bumi pada sepertiga malam terakhir), kalam (berfirman), mencipta,
memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan segala bentuk pengaturan. Semua
itu tercakup dalam asma’-Nya, Al-Qoyyuum. Oleh karena itu, sebagian
ulama berkata: dua nama ini (Yaitu Al-hayyuu dan Al-Qoyyuum)
adalah asma’ Allah yang peling agung, jika dipanggil dengan menyebut asma’ ini,
niscaya Dia akan menawab dan jika meminta dengan menyebut nama-Nya ini, niscaya
Dia akan memberi.
Dalam Jaami’ut Tirmidzi,
dari Anas bin Malik radihiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Jika sedang
ditimpa oleh perkara yang membuatnya sedih, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam
mengucapkan:
‘Wahai
Dzat yang Mahahidup lagi senantiasa mengurus semua makhluk, dengan rahmat-Mu
aku memohon pertolongan.”
Di antara bentuk kesempurnaan
sifat hidup dan berdiri sendiri-Nya ini adalah Dia tidak tersentuh oleh kantuk
dan tidur. Milik-Nya-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang
memiliki, sedangkan selain-Nya adalah yang dimiliki. Dialah yang Maha Pencipta,
Maha Pemberi rizki, Maha Pengatur, sedangkan selain-Nya adalah diciptakan,
diberi rizki, dan diatur. Mereka tidak memiliki sedikt pun, walau hanya seberat
dzarrah (biji sawi), sesuatu yang berada di langit maupun di bumi, bagi
diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Kedudukan
Ayat Kursi
Ayat kursi mengandung
pelajaran ringkas dan penetapan yang sempurna serta penjelasaan yang bermanfaat
bagi tiga jenis tauhid, yaitu tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah dan
tauhid Asma’ was Sifat. Ayat ini memadukan penjelasan tauhid yang tidak
didapatkan (secara terpadu) pada ayat-ayat lain, melainkan pada ayat-ayat yang
berbeda.
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul
Muhsin Al-Badr menuturkan bahwa Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Ayat ini
meliputi tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ was Sifat, juga
menjelaskan tentang kekuasaan dan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Di
samping itu menerangkan luasnya kekuasaan, kebesaran, kemualiaan dan
keagungan-Nya serta ketinggian-Nya atas seluruh makhluk-Nya. Ayat ini dengan
kesendiriannya merupakan ‘aqidah dalam Asma’-ul Husna yang mencakup seluruh
nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia.
Ayat ini memiliki keagungan
yang sangat tinggi. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alahi
wasallam kepada Ubay bin Ka’ab radihiyallahu ‘anhu dalam sebuah
hadits yang shahih: “Tahukah kamu, ayat apakah yang paling agung dalam
Kitabullah? “ Ubay menjawab: “Allah,
tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi
terus menerus mengurus (makhluk-Nya)... {Q.S Al- Baqarah (2): 255}.
Maka Rasulullah menepuk dada
Ubay seraya berkata: “Selamat atas ilmu yang kamu miliki, wahai Abu
Mundzir.” Tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang cakupan isinya seperti
yang tercakup dalam ayat kursi. Sesungguhnya Allah telah menyatukan (cakupan
isinya) di awal surat Al-Hadiid dan akhir surat Al-Hasyr dalam beberapa ayat,
bukan hanya dalam satu ayat.
Waktu Dianjurkan Membaca Ayat Kursi
Karena besarnya kedudukan
ayat kursi, maka terdapat anjuran dari sunnah Nabi shallallahu ‘alahi
wasallam untuk memperbanyak membacanya dan menjadikannya sebagi wirid
harian yang selalu dijaga dan diulang berkali-kali oleh seorang muslim dalam
sehari-hari.
1)
Setelah menunaikan shalat
wajib.
An-Nasa’i meriwayatkan dari
Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca ayat kursi pada setiap
selesai menunaikan shalat lima waktu, niscaya tidak ada yang menghalanginya
untuk masuk surga kecuali kematian.
2)
Membaca sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam
menunjukku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadhan. Kemudian, aku didatangi
oleh seseorang, lalu ia mengambil segenggam makanan, maka aku pun menangkapnya.
Aku berkata: ‘Demi Allah, aku akan laporkan kamu kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam.’ Ia berkata: ‘Saya sedang sangat mebutuhkannya dan saya
memiliki banyak keluarga.’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
‘Maka aku melepaskannya.
Ketika pagi hari tiba,
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepadaku: ‘Wahai Abu
Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Abu Hurairah menjawab:
Saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, ia mengelukan kebutuhan yang sangat dan
keluarga yang banyak, maka saya mengasihani dan melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam mengomentari: ‘Ketahuilah, sesungguhnya dia telah
membohongimu dan dia pasti akan kembali.’ Aku pun mengetahui bahwa ia pasti
kembali berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam: ‘Ia
akan kembali.’
Setelah itu aku menantinya.
Ia pun datang (kembali dan) mengambil segenggam makanan lagi, maka aku
menangkapnya dan berkata: ‘Aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam. Orang itu berkata: ‘Biarkanlah saya, saya sangat
membutuhkan dan saya memiliki banyak keluarga. Saya tidak akan kembali.’ Maka
aku mengasihaninya dan ia pun kulepaskan.
Ketika pagi hari tiba,
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepadaku: ‘Wahai Abu
Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Saya menjawab: ‘Wahai
Rasulullah, ia mengelukan kebutuhan yang sangat dan banyak keluarga, maka saya
mengasihani dan melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam
menimpali: ‘Ketahuilah, ia telah membohongimu dan dia pasti akan kembali.’
Pada malam ketiga, aku pun
menantinya (ternyata) ia kembali mengambil segenggam makanan, maka aku pun
menangkapnya dan berkata: ‘Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam. Ini adalah yang terakhir setelah tiga kali kamu berjanji
untuk tidak akan kembali, namun kamu tetap kembali.’ Ia berkata: ‘Biarkan saya
mengajarimu beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu dengan
kalimat-kalimat tersebut. Aku bertanya: ‘Apa itu?’ Ia berkata: ‘Jika kamu
menuju ke pembaringanmu, maka bacalah ayat kursi: “Allahu laa ilaaha illa
huwal hayyul qoyyuum...” sampai sempurna satu ayat. Sesungguhnya denganya
kamu akan senantiasa mendapatkan penjagaan dari Allah dan syaithan tidak bisa
mendekatimu sampai pagi.’ Maka aku pun melepaskannya.
Pada pagi harinya, Rasulullah
shallallahu ‘alahi wasallam bertanya kepadaku: ‘Wahai Abu Hurairah, apa
yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Saya menjawab: ‘Wahai Rasulullah, ia
mengajariku beberapa kalimat yang dengannya Allah mmberikan manfaat bagiku.
Oleh karena itu, aku melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam
bertanya: ‘Apakah itu?’ Aku menjawab:
‘Ia berkata kepadaku: ‘Jika kamu beranjak ke pembaringanmu, maka bacalah ayat
kursi dari awal hingga akhir.’ Ia berkata kepadaku: ‘Allah akan senantiasa
menjagamu dan syaithan tidak akan bisa mendekatimu sampai pagi.’ Maka Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bertanya bersabda: ‘Benar,
sesungguhnya (kali ini) ia telah berkata jujur meskipun dia pembohong. Tahukah
kamu siapa orang yang kamu ajak bicara sejak tiga malam ini, wahai Abu
Hurairah?’ Aku menjawab: ‘Tidak.’ Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alahi
wasallam bertanya menjawab: ‘dia adalah Syaitan. (H.R Bukhari).[2]
3)
Dianjurkan sebagai dzikir
pagi dan petang.
Diriwayatkan dari Ubay bin
Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya ia memiliki lumbung kurma yang
terus berkurang tanpa tahu apa penyebabnya. Pada suatu malam, ia pun
menjaganya, lalu ia mendapati seekor binatang melata yang menyerupai anak kecil
yang beru beranjak dewasa. Ubay mengucapkan salam kepada anak tersebut dan anak
itu menjawab salamnya. Ubay bertanya: ‘Siapa anda? Jin atau manusia?’ Anak itu
menjawab: ‘Jin.’ Ubay berkata: ‘Tunjukan tanganmu!’ Kemudian anak itu
menunjukan tangannya, ternyata tangannya serupa dengan tangan anjing dan
bulunya pun seperti bulu anjing.
Ubay berkata lagi: “Apakah
ini wujud dari jin?” Jin itu menjawab:
‘Bangsa jin telah mengetahui bahwa tidak ada diantara mereka yang lebih
kuat dariku.’ Ubay bertanya: ‘Apa yang menyebabkanmu datang ke sini?’ Jin itu
menjawab: ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa kamu suka bersedekah, maka kami
datang mencuri makananmu.’ Ubay berkata: ‘Apa yang bisa menyelamatkan kami dari
kalian?’ Jin itu menjawab: ‘Ayat ini yang berada di dalam surat Al-Baqarah: “Allahu
laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyuum...” Barangsiapa yang membacanya pada
sore hari, niscaya dia akan dilindungi dari kami sampai pagi dan barangsiap
yang membacanya di pagi hari, niscaya dia akan dilindungi dari kami sampai
sore.’
Pada pagi harinya, Ubay
mendatangi Raslullah dan menceritakan peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu
‘alahi wasallam bersabda: ‘Makhluk buruk itu telah berkata benar.’ (H.R
An-Nasa’i dan Ath-Thabrani).
Nash ini, demikian nash
sebelumnya, menunjukan akan kuatnya pengaruh ayat kursi dalam menjaga hamba,
mengusir syaitan, dan menjauhkan mereka dari suatu tempat, serta melndungi dari
tipu daya dan kejahatan mereka.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa
kesimpulan, di antaranya:
1.
Ayat kursi terdiri dari
sepuluh kalimat yang berdiri sendiri
2.
Di dalamnya terkumpul tiga
macam tauhid yang menjadi dasar dan pokok ajaran setiap utusan Allah Ta’ala,
yaitu: “Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ was Sifat.”
3.
Dua nama dan sifat yang
terdapat di dalam ayat kursi, memiliki pengaruh sangat besar bagi seorang yang
berdo’a kepada Allah dengan menggunakan perantara kedua nama tersebut, Al-Hayyu
dan Al-Qoyyuum.
4.
Dengan membaca ayat Kursi,
seorang dapat mengundang penjagaan dari Allah Ta’ala, sekaligus sebagai
benteng yang melindungi seseorang dari musuh yang berasal dari kalangan jin
(syaitan).
5.
Jin (syaitan) membuka
kelemahan dirinya kepada musuhnya sendiri (manusia).
6.
Dalam mencari kebenaran
hendaklah seorang memperhatikan apa yang disampaikan dan jangan melihat siapa
yang menyampaikan.
Refrensi
Dr. Abdullah
bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh. 2008. Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 2, terjemahan oleh M. Abdul Ghaffar, E.M. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i
Dr Muhammad bin
Musa Alu Nashr. 2009. Qathfuts Tsamar Al-Mustathaab Fii Tafsiiri Faatihatil
Kitaab, Edisi Indonesia, Lebih dari 60 Mutiara Hikmah Al-Fatihah, Terjemahan
oleh Zulfan. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i.
Ibnu Qoyyim
Al-Jauziyyah. 2009. Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa.’ Edisi Indonesia, Ad-Daa’ Wa
Ad-Dawaa’ (Mengenal Berbagai Jenis Penyakit Hati yang Berbahaya dan Resep
Obatnya yang Mujarab. Terjemahan oleh Andi Kurniawan. Jakarta: Imam
Asy-Syafi’i
Syaikh Prof Dr Abdurrazzaq
bin Abdul Muhsin Al-Badr. 2007. Aayatul Kursi wa Baraahiinut Tauhid,
Edisi Indonesia Keagungan Nilai-Nilai Tauhid Dalam Ayat Kursi,
terjemahan oleh Tim Pustaka Imam Asy-Syaafi’i. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i.
Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin. 2007. Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Edisi
Indonesia, Buku Induk Aqidah Islam, Terjemahan oleh Izzudin Karimi. Jakarta:
Pustaka Sahifa.
[1]
Allah adalah nama bagi Rabbul ‘Aalaminn (Rabb seluruh alam). Tidak ada yang
menyandang nama ini selain-Nya. Nama ini adalah nama asal bagi-Nya, artinya
nama-nama yang lain mengikuti nama ini. Makna lafazh Allah itu sendiri adalah
yaang diibadahi dengan benar, dengan diiringi rasa cinta dan pengagungan, dan
satu-satunya yang berhak diibadahi. Sebab melalui nama ini Dia disifati dengan
segala sifat uluhiyyah (sifat ketuhanan) yang tak lain adalah sifat-sifat
kesempurnaan. Lihat dalam bukunya Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr, Qathfuts
Tsamar Al-Mustathaab Fii Tafsiiri Faatihatil Kitaab, Edisi Indonesia, Lebih
dari 60 Mutiara Hikmah Al-Fatihah, Terjemahan oleh Zulfan, S.T, (Jakarta:
Imam Asy-Syafi’i), 2009, h. 18.
[2]
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr memuat hadits yang mulia ini dalam
bukunya, “Aayatul Kursi wa Baraahiinut Tauhid, Edisi Indonesia Keagungan
Nilai-Nilai Tauhid Dalam Ayat Kursi,” h. 12-14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar