Pages

Kamis, 13 Maret 2014

Kedahsyatan Ayat Kursi



Lihatlah apa yang disampaikan Jangan melihat siapa yang menyampaikan

 
Al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diwahyukan kepada semua manusia melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hampir setiap surat mengandung nilai sejarah dan keagungan tersendiri. Bahkan, pada sebagian ayat darinya memiliki keagungan yang sangat tinggi. Seperti ayat 255 yang terdapat dalam qur’an surat Al-Baqarah. Ayat ini sangat melekat dalam hati umat islam. Di antara penyebabnya adalah keyakinan kaum muslimin bahwa dengan membaca ayat tersebut seorang dapat terlindungi dari kejahatan syaitan.

Allah Ta’ala berfirman:

 اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Artinya: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” {Q.S Al- Baqarah (2): 255}   
       
Tafsir Ayat Kursi
 
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah ta’ala menyatakan bahwa ayat ini mencakup 10 (sepuluh) kalimat yang berdiri sendiri, yaitu:
1)   Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.
Yang demikian ini memberitahukan, bahwasannya Allah-lah yang tunggal dalam Uluhiyah-Nya bagi seluruh makhluk-Nya.
2)   Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya).
Artinya, yang hidup kekal dan tidak akan pernah mati selamanya, yang mengendalikan semua yang ada. Dengan demikian semua yaang ada di dunia ini sangat membuthkan–Nya, sedang Dia sama sekali tidak membutuhkan mereka, tidak akan tegak semuanya itu tanpa adanya perintah-Nya seperti firman-Nya berikut ini: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Q.S Ar-Ruum (30): 25.
3)   Tidak mengantuk dan tidak tidur.
Artinya, Dia suci dari cacat (kekurangan) kelengahan dan kelalaian dalam mengurusi makhluk-Nya. Bahkan sebaliknya , Dia senantiasa mengurus dan memperhatikan apa yang dikerjakan setiap individu. Dan Dia senantiasa menyaksikan segala sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Dan di antara kesempurnaan sifaat-Nya adalah Dia tidak pernah dikalahkan (dikuasai) kantuk dan tidur.
4)   Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi
Hal itu merupakan pemberitahuan bahwa semua makhluk ini adalah hamba-Nya, dan berada dalam kerajaan-Nya, pemaksaan-Nya dan kekuasaan-Nya.
5)   Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Ini merupakan keagungan, keperkasaan, dan kebesaran Allah Ta’ala, yang mana tidak seorang pun dapat memberikan syafaat kepada orang lain, kecuali dengan seizin-Nya. Sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah hadits tentang syafaat:
Aku datang ke bawah ‘Arsy, lalu aku tunduk bersujud. Maka Dia membiarkanku selama waktu yang Dia kehendaki. Kemudia dikatakan: ‘Angkatlah kepalamu, katakanlah ‘perkataanmu didengar, dan berilah syafaat, dan engkau akan mendapat syafaat.’ Nabi bersabda: “Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku memasukakan ke dalam surga. (H.R Bukhari).
6)   Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.
Yang demikian itu sebagai bukti yang menunjukan bahwa ilmu-Nya meliputi segala yang ada, baik yang lalu, kini, dan yang akan datang.
7)   Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui sedikit pun dari ilmu Allah kecuali yang telah diajarkan dan diberitahukan oleh Allah Azza wa Jalla kepadanya. Mungkin juga makna penggalan ayat tersebut adalah, manusia tidak akan dapat mengetahui ilmu Allah sedikit pun, Dzat dan sifat-Nya, melainkan apa yang telah Allah perlihatkan kepadanya. Hal itu seperti firman-Nya: Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. Q.S Thaaha (20): 110
8)   Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Ibnu Abi Hatim menceritakan, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu mengenai firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi, “Ia mengatakan, Yaitu: ‘Ilmu-Nya.’ Pendapat yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abdullah bin Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutharrif bin Tharif. Ibnu Abi Hatim, menceritakan bahwa hal yang sama juga diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair.
9)   Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.
Maksudnya, Dia tidak merasa keberatan dan kewalahan untuk memelihara langit, bumi dan semua yang ada diantara keduanya. Bahkan bagi-Nya semuanya merupakan satu hal yang sangat mudah dan ringan. Dia mengawasi setiap individu atas apa yang ia kerjakan. Yang senantiasa memantau segala sesuatu, sehingga tidak ada suatu pun yang luput dan tersembunyi dari-Nya. Dia yang menundukan dan menghisab (memperhitungkan) segala sesuatu. Dailah Ilah yang mengawasi, Mahatinggi, Mahaagung, tidak ada Ilah selain Dia.
10) Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.
Adalah sama seperti firman-Nya: “Yang Maha besar lagi Maha tinggi.” {Q.S Ar-Ra’ad (13): 9}.
Jalan terbaik dalam memahami ayat-ayat di atas berikut maknanya yang terkandung di dalam beberapa hadits shahih adalah denga metode yang digunakan ulama salafush shalih, mereka memahami makna ayat-ayat tersebut (sebagaimana arti bahasa yang digunakan dalam ayat-ayat atau hadits-hadits itu,) tanpa takyif (menanyakan kaifiyatnya /hakikatnya) dan tanpa tasybih (menyerupakan dengan makhluk).
Kadungan AyatKursi
 
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan, “Ayat kursi ini mengandung lima nama Allah, yaitu Allah,[1] Al-Hayyu (Yang Mahahidup), Al-Qoyyimuumu (Yang terus mengurus makhluk-Nya), Al-‘Aliiyu (Yang Mahatinggi) dan Al’Adziimu (Yang Mahaagung). Dan ayat kursi ini juga mengandung dua puluh enaf sifat, lima di antaranya dikandung oleh lima nama di atas.
 
Sifat Al-Hayyu = Yang Mahahidup menunjukan kepada Dzat yang memiliki sifat hidup yang sempurna, yang mencakup sifat-sifat Dzat, seperti Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Berilmu, Mahakuasa dan yang semisalnya.
 
Al-Qoyyum = Yang Maha Berdiri sendiri, Dia-lah yang tegak dengan kesendirian-Nyaa dan yang Menegakan yang lain. Sifat ini mencakup seluruh perbuatan yang dikerjakan oleh Rabbul ‘aalamin, seprti istiwa’ (bersemayam), nuzul (turun ke langit bumi pada sepertiga malam terakhir), kalam (berfirman), mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan, dan segala bentuk pengaturan. Semua itu tercakup dalam asma’-Nya, Al-Qoyyuum. Oleh karena itu, sebagian ulama berkata: dua nama ini (Yaitu Al-hayyuu dan Al-Qoyyuum) adalah asma’ Allah yang peling agung, jika dipanggil dengan menyebut asma’ ini, niscaya Dia akan menawab dan jika meminta dengan menyebut nama-Nya ini, niscaya Dia akan memberi.
 
Dalam Jaami’ut Tirmidzi, dari Anas bin Malik radihiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Jika sedang ditimpa oleh perkara yang membuatnya sedih, Nabi shallallahu ‘alahi wasallam mengucapkan:
‘Wahai Dzat yang Mahahidup lagi senantiasa mengurus semua makhluk, dengan rahmat-Mu aku memohon pertolongan.”
 
Di antara bentuk kesempurnaan sifat hidup dan berdiri sendiri-Nya ini adalah Dia tidak tersentuh oleh kantuk dan tidur. Milik-Nya-lah segala yang ada di langit dan di bumi. Dialah yang memiliki, sedangkan selain-Nya adalah yang dimiliki. Dialah yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rizki, Maha Pengatur, sedangkan selain-Nya adalah diciptakan, diberi rizki, dan diatur. Mereka tidak memiliki sedikt pun, walau hanya seberat dzarrah (biji sawi), sesuatu yang berada di langit maupun di bumi, bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.

Kedudukan Ayat Kursi
 
Ayat kursi mengandung pelajaran ringkas dan penetapan yang sempurna serta penjelasaan yang bermanfaat bagi tiga jenis tauhid, yaitu tauhid Rububiyyah, tauhid Uluhiyyah dan tauhid Asma’ was Sifat. Ayat ini memadukan penjelasan tauhid yang tidak didapatkan (secara terpadu) pada ayat-ayat lain, melainkan pada ayat-ayat yang berbeda.
 
Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr menuturkan bahwa Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di berkata: “Ayat ini meliputi tauhid Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ was Sifat, juga menjelaskan tentang kekuasaan dan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Di samping itu menerangkan luasnya kekuasaan, kebesaran, kemualiaan dan keagungan-Nya serta ketinggian-Nya atas seluruh makhluk-Nya. Ayat ini dengan kesendiriannya merupakan ‘aqidah dalam Asma’-ul Husna yang mencakup seluruh nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang mulia.
 
Ayat ini memiliki keagungan yang sangat tinggi. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu ‘alahi wasallam kepada Ubay bin Ka’ab radihiyallahu ‘anhu dalam sebuah hadits yang shahih: “Tahukah kamu, ayat apakah yang paling agung dalam Kitabullah? “ Ubay menjawab: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya)... {Q.S Al- Baqarah (2): 255}.
 
Maka Rasulullah menepuk dada Ubay seraya berkata: “Selamat atas ilmu yang kamu miliki, wahai Abu Mundzir.” Tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an yang cakupan isinya seperti yang tercakup dalam ayat kursi. Sesungguhnya Allah telah menyatukan (cakupan isinya) di awal surat Al-Hadiid dan akhir surat Al-Hasyr dalam beberapa ayat, bukan hanya dalam satu ayat.
 
Waktu Dianjurkan Membaca Ayat Kursi
 
Karena besarnya kedudukan ayat kursi, maka terdapat anjuran dari sunnah Nabi shallallahu ‘alahi wasallam untuk memperbanyak membacanya dan menjadikannya sebagi wirid harian yang selalu dijaga dan diulang berkali-kali oleh seorang muslim dalam sehari-hari.
1)   Setelah menunaikan shalat wajib.
An-Nasa’i meriwayatkan dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang membaca ayat kursi pada setiap selesai menunaikan shalat lima waktu, niscaya tidak ada yang menghalanginya untuk masuk surga kecuali kematian.
2)   Membaca sebelum tidur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam menunjukku untuk menjaga harta zakat di bulan Ramadhan. Kemudian, aku didatangi oleh seseorang, lalu ia mengambil segenggam makanan, maka aku pun menangkapnya. Aku berkata: ‘Demi Allah, aku akan laporkan kamu kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam.’ Ia berkata: ‘Saya sedang sangat mebutuhkannya dan saya memiliki banyak keluarga.’ Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Maka aku melepaskannya.
 
Ketika pagi hari tiba, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepadaku: ‘Wahai Abu Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Abu Hurairah menjawab: Saya katakan: ‘Wahai Rasulullah, ia mengelukan kebutuhan yang sangat dan keluarga yang banyak, maka saya mengasihani dan melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam mengomentari: ‘Ketahuilah, sesungguhnya dia telah membohongimu dan dia pasti akan kembali.’ Aku pun mengetahui bahwa ia pasti kembali berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam: ‘Ia akan kembali.’
 
Setelah itu aku menantinya. Ia pun datang (kembali dan) mengambil segenggam makanan lagi, maka aku menangkapnya dan berkata: ‘Aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Orang itu berkata: ‘Biarkanlah saya, saya sangat membutuhkan dan saya memiliki banyak keluarga. Saya tidak akan kembali.’ Maka aku mengasihaninya dan ia pun kulepaskan.
 
Ketika pagi hari tiba, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda kepadaku: ‘Wahai Abu Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Saya menjawab: ‘Wahai Rasulullah, ia mengelukan kebutuhan yang sangat dan banyak keluarga, maka saya mengasihani dan melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam menimpali: ‘Ketahuilah, ia telah membohongimu dan dia pasti akan kembali.’
 
Pada malam ketiga, aku pun menantinya (ternyata) ia kembali mengambil segenggam makanan, maka aku pun menangkapnya dan berkata: ‘Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam. Ini adalah yang terakhir setelah tiga kali kamu berjanji untuk tidak akan kembali, namun kamu tetap kembali.’ Ia berkata: ‘Biarkan saya mengajarimu beberapa kalimat yang Allah akan memberikan manfaat kepadamu dengan kalimat-kalimat tersebut. Aku bertanya: ‘Apa itu?’ Ia berkata: ‘Jika kamu menuju ke pembaringanmu, maka bacalah ayat kursi: “Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyuum...” sampai sempurna satu ayat. Sesungguhnya denganya kamu akan senantiasa mendapatkan penjagaan dari Allah dan syaithan tidak bisa mendekatimu sampai pagi.’ Maka aku pun melepaskannya.
 
Pada pagi harinya, Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bertanya kepadaku: ‘Wahai Abu Hurairah, apa yang diperbuat oleh tawananmu semalam?’ Saya menjawab: ‘Wahai Rasulullah, ia mengajariku beberapa kalimat yang dengannya Allah mmberikan manfaat bagiku. Oleh karena itu, aku melepaskannya.’ Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bertanya: ‘Apakah itu?’  Aku menjawab: ‘Ia berkata kepadaku: ‘Jika kamu beranjak ke pembaringanmu, maka bacalah ayat kursi dari awal hingga akhir.’ Ia berkata kepadaku: ‘Allah akan senantiasa menjagamu dan syaithan tidak akan bisa mendekatimu sampai pagi.’ Maka Nabi Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bertanya bersabda: ‘Benar, sesungguhnya (kali ini) ia telah berkata jujur meskipun dia pembohong. Tahukah kamu siapa orang yang kamu ajak bicara sejak tiga malam ini, wahai Abu Hurairah?’ Aku menjawab: ‘Tidak.’ Rasulullah Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bertanya menjawab: ‘dia adalah Syaitan. (H.R Bukhari).[2]
3)   Dianjurkan sebagai dzikir pagi dan petang.
Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya ia memiliki lumbung kurma yang terus berkurang tanpa tahu apa penyebabnya. Pada suatu malam, ia pun menjaganya, lalu ia mendapati seekor binatang melata yang menyerupai anak kecil yang beru beranjak dewasa. Ubay mengucapkan salam kepada anak tersebut dan anak itu menjawab salamnya. Ubay bertanya: ‘Siapa anda? Jin atau manusia?’ Anak itu menjawab: ‘Jin.’ Ubay berkata: ‘Tunjukan tanganmu!’ Kemudian anak itu menunjukan tangannya, ternyata tangannya serupa dengan tangan anjing dan bulunya pun seperti bulu anjing.
 
Ubay berkata lagi: “Apakah ini wujud dari jin?” Jin itu menjawab:  ‘Bangsa jin telah mengetahui bahwa tidak ada diantara mereka yang lebih kuat dariku.’ Ubay bertanya: ‘Apa yang menyebabkanmu datang ke sini?’ Jin itu menjawab: ‘Telah sampai berita kepadaku bahwa kamu suka bersedekah, maka kami datang mencuri makananmu.’ Ubay berkata: ‘Apa yang bisa menyelamatkan kami dari kalian?’ Jin itu menjawab: ‘Ayat ini yang berada di dalam surat Al-Baqarah: “Allahu laa ilaaha illa huwal hayyul qoyyuum...” Barangsiapa yang membacanya pada sore hari, niscaya dia akan dilindungi dari kami sampai pagi dan barangsiap yang membacanya di pagi hari, niscaya dia akan dilindungi dari kami sampai sore.’
 
Pada pagi harinya, Ubay mendatangi Raslullah dan menceritakan peristiwa tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda: ‘Makhluk buruk itu telah berkata benar.’ (H.R An-Nasa’i dan Ath-Thabrani).
 
Nash ini, demikian nash sebelumnya, menunjukan akan kuatnya pengaruh ayat kursi dalam menjaga hamba, mengusir syaitan, dan menjauhkan mereka dari suatu tempat, serta melndungi dari tipu daya dan kejahatan mereka.
Kesimpulan
 
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, di antaranya:
1.   Ayat kursi terdiri dari sepuluh kalimat yang berdiri sendiri
2.   Di dalamnya terkumpul tiga macam tauhid yang menjadi dasar dan pokok ajaran setiap utusan Allah Ta’ala, yaitu: “Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ was Sifat.”
3.   Dua nama dan sifat yang terdapat di dalam ayat kursi, memiliki pengaruh sangat besar bagi seorang yang berdo’a kepada Allah dengan menggunakan perantara kedua nama tersebut, Al-Hayyu dan Al-Qoyyuum.
4.   Dengan membaca ayat Kursi, seorang dapat mengundang penjagaan dari Allah Ta’ala, sekaligus sebagai benteng yang melindungi seseorang dari musuh yang berasal dari kalangan jin (syaitan).
5.   Jin (syaitan) membuka kelemahan dirinya kepada musuhnya sendiri (manusia).
6.   Dalam mencari kebenaran hendaklah seorang memperhatikan apa yang disampaikan dan jangan melihat siapa yang menyampaikan.


 
Refrensi
 
Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh. 2008. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2, terjemahan oleh M. Abdul Ghaffar, E.M. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i
Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr. 2009. Qathfuts Tsamar Al-Mustathaab Fii Tafsiiri Faatihatil Kitaab, Edisi Indonesia, Lebih dari 60 Mutiara Hikmah Al-Fatihah, Terjemahan oleh Zulfan. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i.
Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah. 2009. Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa.’ Edisi Indonesia, Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ (Mengenal Berbagai Jenis Penyakit Hati yang Berbahaya dan Resep Obatnya yang Mujarab. Terjemahan oleh Andi Kurniawan. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i
Syaikh Prof Dr Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr. 2007. Aayatul Kursi wa Baraahiinut Tauhid, Edisi Indonesia Keagungan Nilai-Nilai Tauhid Dalam Ayat Kursi, terjemahan oleh Tim Pustaka Imam Asy-Syaafi’i. Jakarta: Imam Asy-Syafi’i.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. 2007. Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Edisi Indonesia, Buku Induk Aqidah Islam, Terjemahan oleh Izzudin Karimi. Jakarta: Pustaka Sahifa.



[1] Allah adalah nama bagi Rabbul ‘Aalaminn (Rabb seluruh alam). Tidak ada yang menyandang nama ini selain-Nya. Nama ini adalah nama asal bagi-Nya, artinya nama-nama yang lain mengikuti nama ini. Makna lafazh Allah itu sendiri adalah yaang diibadahi dengan benar, dengan diiringi rasa cinta dan pengagungan, dan satu-satunya yang berhak diibadahi. Sebab melalui nama ini Dia disifati dengan segala sifat uluhiyyah (sifat ketuhanan) yang tak lain adalah sifat-sifat kesempurnaan. Lihat dalam bukunya Dr Muhammad bin Musa Alu Nashr, Qathfuts Tsamar Al-Mustathaab Fii Tafsiiri Faatihatil Kitaab, Edisi Indonesia, Lebih dari 60 Mutiara Hikmah Al-Fatihah, Terjemahan oleh Zulfan, S.T, (Jakarta: Imam Asy-Syafi’i), 2009, h. 18.


[2] Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr memuat hadits yang mulia ini dalam bukunya, “Aayatul Kursi wa Baraahiinut Tauhid, Edisi Indonesia Keagungan Nilai-Nilai Tauhid Dalam Ayat Kursi,” h. 12-14


Tidak ada komentar:

Posting Komentar