Pages

Kamis, 13 Maret 2014

SEJARAH SINGKAT IMAM AHMAD BIN HAMBAL


Beliau bernama lengkap : Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Sayiban bin Zahli bin Rabi’ah bin Nizar.
      
Nasabnya bertemu dengan Nabi Muhamaad saw pada Nizar, sebab Nabi dari  keturunan Mudhar bin Nizar, dan setiap orang Quraisy adalah keturunan dari Mudhar. Ayahnya Imam Ahmad dinikahkan dengan putri Abdul Malik bin Sawadah, lalu dari keduanya terlahir seorang putra yang bernama Ahmad pada tahun 164 Hijriyah di kota Baghdad.

Ayahnya meninggal pada saat Imam Ahmad masih menyusu. Dan ibunya bukanlah seorang perempuan biasa, walaupun sudah menjadi janda, masih muda dan banyak laki-laki yang mau menikahinya, namun dia tetap menolak untuk tidak menikah pada yang kedua kalinya. Dan dia lebih memilih menghabiskan masa hidupnya untuk mendidik putra satu-satunya yaitu Imam Ahmad. 

Sejak kecil, Imam Ahmad diserahkan ibunya kepada seorang guru Untuk Belajar dan Menghafal Al-Qur’an. Sehingga tidak mengherankan, dalam usianya yang masih muda dia sudah menyelesaikan hafalan Al-Qur’annya. 

Dia dikenal sebagai seorang yang sangat  percaya diri, sangat memperhatikan masalah ilmu dan pengamalannya. Selain itu dia juga dikenal sebagai anak yang giat dan cerdas, sehingga salah seorang gurunya (Haitsam bin Jamil) pernah berkata : “Setiap zaman pasti mempunyai seseorang yang akan menjadi hujjah bagi masyarakatnya, dan kalau anak muda ini (Imam Ahmad) terus hidup maka dia akan menjadi hujjah bagi masyarakatnya.”

Beliau adalah orang yang sangat wara’. Suatu riwayat menceritakan bahwa : suatu ketika Imam Ahmad disuruh oleh pamannya untuk menyampaikan berita tentang Baghdad dalam bentuk surat kepada gubernur untuk kemudian disampaikan kepada khalifah. Namun berita yang ditiipkan itu tidak sampai kepada gubernur, lalu Imam Ahmad pun dipanggil oleh pamannya dan berkata kepadanya : Wahai Ahmad, bukankah saya menyuruhmu untuk menyampaikan berita itu kepada gubernur? Iya, Jawab Imam Ahmad! Lalu kenapa tidak kamu sampaikan? Tanya Pamannya. Saya telah melemparkannya ke dalam air dan saya tidak sudi menyampaikan berita-berita itu kepada gubernur. Pamannya langsung kaget dan kagum dengan Imam Ahmad seraya berkata,’sesungguhnya kita adalah miliknya Allah dan kepada-Nya kita akan kembali, anak muda ini telah mempunyai sifat wara’, lalu begaimana dengan kita? 

Beliau juga sosok seorang yang sangat sayang dan berbakti kepada ibunya, sebagaimana ibunya telah banyak memberikan kasih sayang terhadapnya, sampai-sampai pada suatu hari ketika sungai Tigris pasang, hingga mencapai istana Rasyid, maka para penuntut ilmu berusaha  menaiki sampan untuk menyelamatkan diri pergi ke tepi sungai yang lainnya, tetapi Imam Ahmad menolak ikut bersama mereka. Dia berkata : ‘Ibuku tidak menyuruhku melakukan ini, sehingga akhirnya dia bergegas kembali kepada ibunya dan di sana dia merasa memperoleh ketenangan.

Bagaimana Imam Ahmad tidak baik terhadap ibunya? Ibunya menolak menikah agar dia dapat lebih fokus dalam mendidiknya untuk menuntut ilmu, sampai-sampai ibunya rela menjual perhiasan-perhiasannya hanya untuk membantu Imam Ahmad dalam mencari ilmu. Sehingga Imam Ahmadpun tidak mau menikah kecuali setelah ibunya meninggal dunia. Hal ini dilakukan agar tidak ada seorang perempuan yang memasuki rumahnya dan menolak untuk melepaskan kekuasaan ibunya dirumahnya. 

Imam Ahmad memiliki semangat yang begitu tinggi dan tekad yang begitu kuat dalam menuntut ilmu, terutama Ilmu Tentang Al-Qur’an dan Al-Hadits. Suatu ketika beliau pernah ditanya :’Wahai Imam Ahmad, engkau kan Imam besar, sudah dikenal dimana-mana, lalu sampai kapan engkau berhenti dari belajar? Imam Ahmad menjawab :‘Bersama Tinta Dari Lahir, Bersamanya Pula Sampai Ke Kuburan.” Di lain riwayat menceritakan bahwa beliau pernah ditanya : Kapan kita istirahat? Beliau menjawab : “Kalau Kaki Kita Sudah Sampai Ke Surga.”

Beginilah para ulama. Syaikh Bin Baz, ketika sudah berada di rumah sakit dan sudah mendekati ajalnya beliau masih sempat untuk mengajarkan ilmu. Syaikh Al-Bani ketika sedang sakit di rumah sakit, beliau masih sempat mengajarkan shahih Abu Dawud kepada anaknya. Imam Ahmad juga pernah berpesan kepada Imam Bukhari : Jangan kau tinggalkan belajar, jangan pula kau tinggalkan da’wah ilallah. Hal inilah yang selalu membekas dalam benak Imam Bukhari sampai beliau wafat. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar